Sunda terbagi menjadi tiga bagian ada
Sunda Historis, Sunda Filosofis, dan Sunda Geografis. Sunda Historis merupakan
orang Suku Sunda yang secara turun temurun mempunyai sejarah leluhur Sunda
(keturunan). Sunda filosofis adalah orang yang mengamalkan ajaran (agama) Sunda
meskipun secara keturunan ia bukan Suku Sunda dan tidak tinggal di wilayah
Pasundan. Sunda Geografis adalah orang Suku Sunda yang secara geografis berdiam
di wilayah Pasundan.
Kebudayaan Sunda terdiri dari tiga
bagian Sunda Cirebonan, Sunda Kabantenan, dan Sunda Priangan. Asal mulanya Suku
Sunda berawal dari Banten orang Suku Sunda asli berada di sana bahkan sampai
sekarang pun masih ada yaitu Suku Baduy. Orang Suku Sunda asli tidak mengenal ‘undak unduk basa’ atau
tingkatan-tingkatan bahasa, dan mereka juga menganut agama Sunda. Terdiri dari
dua bagian juga, ada Suku Baduy luar dan Suku Baduy dalam. Suku Baduy luar
dipimpin oleh seorang Ketua Adat (Kepala Suku) yang diberi nama Jaro, orang
Suku Baduy dalam juga memiliki pemimpin sendiri yang di beri nama Puan. Sang
Ketua Adat selain dipercayai sebagai orang yang memimpin upacara adat atau
ritual-ritual yang biasa diadakan beliau juga mengemban tanggung jawab sebagai
kepala pemerintahan. Dari kedua Suku Baduy itu dapat dibedakan dari pakaian
keseharian yang dikenakan, Suku Baduy luar mengenakan pakaian hitam-hitam dan
Suku Baduy dalam mengenakan pakaian putih-putih.
Aturan yang berlaku di dalamnya juga
cukup ketat, seperti aturan wiwitan
(panutan, seseorang yang wajib dituruti). Aturan wiwitan salah satunya adalah tritangtu
yang terdiri dari tiga panutan yaitu :
1. Rama
(orang tua)
2. Resi
(guru)
3. Prabu
(pemerintah).
Salah satu adat yang masih mereka
pertahankan saat ini adalah Kawalu,
yaitu ritual puasa yang dilaksanakan pada tengah bulan kresna paksa setelah
bulan puasa. Tidak seperti puasa pada biasanya, menahan haus dan lapar akan
tetapi mereka menahan ucapan untuk tidak menceritakan tentang Suku Sunda,
asal-usul kebudayaan ataupun hal-hal yang berhubungan dengan mereka. Ngabungbang juga merupakan sebuah tradisi
Sunda yang dilaksanakan pada saat malam bulan purnama, mereka berdiam diri di
luar bangunan rumah semalam suntuk, di tempat yang mereka yakini sebagai tempat
keramat.
Berbeda dengan kebudayaan Sunda
Cirebonan yang telah tercampuri dengan budaya Jawa pesisiran, secara geografis
wilayah Sunda Cirebonan ada di jalur Pantura dan Sunda Priangan yang tercampuri
oleh budaya Mataram terdapat di wilayah Priangan.
Saya sendiri termasuk Suku Sunda
Priangan, tidak banyak aturan yang mengikat seperti di orang Sunda Kabantenan
asli. Banyak adat yang sudah tercampuri budaya lain seperti halnya pakaian adat
Sunda Priangan yang terdiri dari dua macam pakaian Alit (keseharian), mengenakan atasan kampret dan bawahan celana
pangsi, dan pakaian Ageung (resmi, seperti
untuk menghadap kanjeng dalem), mengenakan bendo, beskap (jas), kain batik
panjang, sandal selop, dan membawa keris _lebih mirip dengan pakaian adat Solo_.
Bahkan bahasanya telah mengenal ‘undak
unduk basa’ seperti orang suku Jawa.
Di daerah Priangan juga telah banyak
adat yang secara berangsur mulai ditinggalkan seperti pakaian yang dikenakan, adat
ngabungbang juga hanya orang-orang
tua jaman dulu saja yang masih menjalankannya, bahkan kalaupun anaknya ditanya
tentang adat itu ia akan menjawab tidak tahu sama sekali. Dulu di daerah
Priangan sering diadakan Budaya Hajat Bumi seperti halnya Bersih Desa, semua
orang berduyun-duyun pergi ke rumah Kepala Suku atau Kepala Desa lalu sama-sama
berdoa, akan tetapi sekarang sudah tidak pernah dilakukan.
Namun untuk kesenian-kesenian Sunda
masih banyak yang peduli untuk melestarikannya, bahkan sering sekali plesir (berkelana) ke penjuru tanah air
sampai ke luar negeri seperti kesenian angklung.
Seiring dengan berjalannya waktu banyak
budaya-budaya asing yang mulai masuk ke Indonesia semakin banyak orang yang
mulai meninggalkan budayanya sendiri bahkan lupa dan tidak mau mengenalnya
lagi, di nilai kuno dan sudah tidak zamannya lagi, sehingga malu untuk
mengakuinya lagi. Mengikuti perkembangan zaman tidaklah di larang namun sebagai
warga Negara Indonesia yang baik kita juga tidak diperkenankan untuk melupakan
budaya kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar