Selasa, 11 Oktober 2011

Ayah

Sosok tegap itu tak setegar hatinya ketika melihat si kecil menangis karna sakit, hatinya pilu bagai di bilah pisau. Andai bisa bertukar tempat mungkin ia akan memilih menggantikan tempat si kecil, karna ia adalah seorang ayah.
Ia rela menahan lapar hanya untuk memenuhi keinginan anaknya membeli seragam baru. Ia rela mengayuh sepeda butut hanya untuk menabung biaya sekolah anaknya. Takkan ada seorang ayah pun yang tega melihat anaknya menangisi sesuatu yang diinginkannya, jika saat ini mungkin ia tak sanggup membelikannya mungkin nanti ia akan menabung dan menahan lapar untuk membelikannya.
Berkali-kali seorang anak membantah dan mengecewakannya namun ia pasti memiliki beribu-ribu maaf. Ia terdiam bukan berarti tak mendengar atau bahkan tak perduli, ia diam karna tau segalanya tentang kita.  Sikap dinginnya bukan berarti mengacuhkanmu, tapi itu caranya mengungkapkan ‘tolong pahami ayahmu’.
Kamu anak yang beruntung, setiap hari makan enak dan banyak. Ayahmu dulu makan telur pun hanya sesekali dan kamu harus tau telur itu bukan telur utuh, karna harus berbagi dengan adik-adik ayah. Sekarang kamu sudah nyaman, setiap hari berangkat sekolah menaiki motor sendiri, tapi tetap terlambat masuk sekolah. Ayahmu dulu berangkat sekolah berjalan kaki, karna takut terlambat maka ayah berangkat setelah shalat subuh, meski dingin menusuk tulang harus mandi dan berangkat di pagi buta tapi semua ini demi cita-cita. Kamu tak harus seperti ayah, ayah akan menyayangimu apapun adanya kamu.
Melihat lusuhnya jaket yang tergantung, aku tau ia telah bekerja begitu keras. Ayah kau tau, betapa aku merindukanmu disini? Betapa aku ingin memelukmu saat ini? Betapa aku ingin kau tau dibalik rengekan tangisku, aku begitu menyayangimu… I love u so  much..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar